Monolog Rindu
Banyak hal ya sudah terjadi semenjak kejadian itu. Semakin dewasa pula kau dan aku. Hidup berdampingan tanpa saling ada yang menyapa,padahal dulu kita sedekat nadi dan darah. Kini kita seasing ikan air tawar yang dimasukan dalam air asin. Ah.. Hidup ini berjalan begitu cepat. Tapi terkadang saat semuanya terasa sepi,aku bertanya pada bulan dan bintang
"Apakah kau bahagia disana? Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau pernah sesekali bertanya pada bulan dan bintang seperti yang ku lakukan sekarang?"
Percuma saja,dasar bodoh. Itu hanya menghabiskan waktu. Untuk apa peduli pada seseorang yang tidak mempedulikanku sama sekali? Bukankah alangkah baiknya aku menjalani hidup dengan lebih baik dan melupakan hal itu?
"A-aku... tidak bisa,"
Meskipun sudah menerima apa yang telah terjadi di masa lampau,aku... tidak bisa menghilangkan rasa rindunya. Mengapa? Mengapa aku tidak bisa? Ini bodoh untuk ku. Katanya rindu bisa hilang seiring berjalannya waktu. Mungkin saja aku yang belum bisa sepenuhnya melupakannya.
Bagaimana cara orang-orang menimbun rasa rindunya selain dengan melupakannya? Mau dicoba sekeras apapun,tetap saja ada hal yang membuatku rindu. Sesungguhnya mengapa rindu diciptakan? Aku masih tidak tahu...
"Aku harap waktu berlalu begitu cepat sampai aku lupa rasanya rindu ini seperti apa"
Aku merindukanmu seperti angin yang kehilangan arahnya,menembus ranting-ranting pohon yang kesepian,lalu masuk dan terjebak ke dalam goa yang penuh dengan kehampaan berharap sesuatu menghempasnya keluar. Angin yang lain tidak menyadarinya,ia menuju ke suatu danau yang indah,lalu ke atas langit,terbang bersama burung-burung ceria di angkasa.
Rasanya aku semakin gelap dan kau semakin terang seperti yang seharusnya. Entah mengapa aku merasa tidak adil. Namun,hidup harus tetap berjalan adil atau tidaknya. Yang bisa kulakukan adalah menerima semuanya dengan ikhlas. Menerima perasaan yang tak kunjung reda itu,menerima apa yang terjadi di masa lalu,masa kini,dan masa depan.
Semoga aku bisa lebih bahagia daripada burung di angkasa. Semoga aku bisa lebih kuat daripada tembok yang berlapis baja. Semoga aku lebih beruntung daripada daun teh yang berdiri saat diseduh. Semoga,ya! Aku tidak ingin semakin gelap kian harinya. Aku sadar bahwa aku juga harus bersinar seperti sedia kala. Rindu memang selalu ada, tapi semoga semua orang mengetahui kelayakan dirinya sendiri karena itu yang terpenting di dalam rindu.
Jika rindu dengan orang yang sudah tak bersua, jangan memaksakan diri berhenti merindu. Biarkan saja hingga menguap dengan sendirinya. Sibukkan diri dengan berbagai kegiatan akan membuatnya mudah untuk melupakan. Ingat dirimu pernah bersinar sebelum kehadirannya. Semangat, Kakak ;)
BalasHapus